RockYou FXText

Argo Komunikasi

Argo Komunikasi
Kamis, Februari 26, 2009 / Diposting oleh Argo Blog's II /

UPAYA PEMENUHAN KEPERLUAN DANA BAGI TUGAS UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN TANPA MENAMBAH PINJAMAN LUAR NEGERI



BAB I

PENDAHULUAN

Krugman dan Obstfeld (2005) menjelaskan bahwa sebagian besar negara berkembang menarik pinjaman yang begitu besar dari luar negeri. Jumlah hutang negara berkembang sangat besar jika dibandingkan ukuran ekonomi negara tersebut dibandingkan dengan ukuran ekonomi negara industri maju. Jika tabungan nasional (S) lebih kecil dari investasi domestik (I) maka selisih itu merupakan defisit transaksi berjalan. Tabungan nasional di negara berkembang umumnya sangat rendah karena miskin modal, sedangkan peluang investasi produktif begitu melimpah. Untuk memanfaatkan pelung investasi inilah negara berkembang menarik pinjaman secara besar-besaran dari luar negeri yang berarti menjalankan neraca transaksi berjalan yang defisit. Pinjaman atau hutang untuk mengimpor barang modal diharapkan dapat dilunasi dengan keuntungan yang dihasilkan investasi itu kelak, baik pokok maupun bunganya.

Pinjaman yang ditarik negara berkembang itu bisa dijelaskan dengan logika perdagangan antar waktu (intertemporal trade). Negara berkembang terlalu miskin modal untuk mengolah segenap investasi yang tersedia, sehingga harus berhutang dengan negara lain. Sebaliknya negara kaya modal telah mengolah hampir seluruh peluang investasi produktif yang tersedia, sedangkan tingkat tabungan nasionalnya begitu besar. Oleh sebab itu, wajar jika para penabung di negara maju lebih tertarik untuk menginvestasikan uangnya di negara berkembang yang menyajikan keuntungan lebih banyak. Transaksi ini di atas kertas menguntungkan kedua belah pihak. Namun kenyaaannya, banyak penarikan pinjaman negara berkembang yang salah. Banyak yang menggunakan dana pinjaman bagi investasi yang secara ekonomis tidak menguntungkan, bahkan dana pinjaman digunakan untuk mengimpor barang konsumsi yang tidak menghasilkan laba. Padahal laba diperlukan untuk membayar pinjaman baik pokok maupun bunganya. Selain itu rendahnya tingkat tabungan nasional diakibatkan oleh penerapan kebijakan yang keliru sehingga negara berkembang makin tergantung pada pinjaman luar negeri.

Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan dana bagi tugas umum pemerintahan, Pemerintah Indonesia telah berencana menambah utang dalam bentuk penerbitan surat utang negara (SUN) dan pinjaman dari Consultative Group on Indonesia (CGI). Pemerintah menargetkan penerbitan surat utang negara 2006 neto sebesar Rp 38 trilliun pada APBN-Perubahan 2006, naik sekitar Rp 14 triliun dibandingkan APBN 2006 sebesar Rp 24 triliun. Langkah ini diambil untuk membiayai defisit anggaran yang diperkirakan naik menjadi 1,5 persen PDB (Kompas – 20/6/06).

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Menneg PPN/Kepala Bappenas) Paskah Suzetta dalam Rapat Kerja dengan Panitia Ad Hoc IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyatakan bahwa pemerintah akan menghindari penerbitan surat utang negara (SUN) karena batas nilai penerbitan yang diizinkan hampir terlampaui. Padahal jatah penerbitan surat utang negara (SUN) harus disisakan untuk keperluan anggaran 2007. Oleh karena itu pemerintah akan mengambil dan mengalihkan bagian anggaran yang tidak terserap pada tahun 2006 (Kompas – 20/6/06).

Di dalam Kompas (20/6/06) juga disebutkan bahwa secara nominal lonjakan anggaran sementara telah mencapai Rp 29 trilliun dengan rincian tambahan subsidi listrik sebesar Rp 10,9 trilliun, percepatan penyediaan infrastruktur Rp 3 trilliun, pembayaran bunga utang Rp 6,3 trilliun dan rekonstruksi Aceh-Nias Rp 9,4 trilliun. Selain itu masih ada tambahan anggaran untuk pendidikan yang nilainya belum diputuskan. Saat ini pemerintah telah memiliki tiga opsi untuk menambah anggaran pendidikan yakni Rp 3 trilliun, Rp 5 trilliun, atau Rp 16,9 trilliun. Di samping itu pemerintah juga memerlukan dana untuk membiayai rehabilitasi dan rekonstruksi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terkena gempa. Dana yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah diperkirakan sekitar Rp 5 trilliun untuk tahun 2006.

Selain dari pinjaman, pemerintah merencanakan untuk meningkatkan penerimaan cukai, penerimaan BUMN, penarikan rekening dana investasi (RDI). Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Hafiz Jawawi menyatakan pihaknya dapat menyetujui defisit yang akan secara resmi diajukan awal Juli 2006 jika memang digunakan untuk keperluan mendesak. Hal ini dikemukakan kepada Kompas (20/6/06).

Penambahan utang merupakan suatu cara paling cepat untuk menambah dana bagi keperluan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Akan tetapi dengan menambah utang berarti akan menambah beban bunga yang harus dibayar di masa yang akan datang. Padahal menambah utang haruslah menjadi alternatif terakhir yang dapat dilakukan oleh pemerintah.

Dalam upaya pemenuhan keperluan dana bagi tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat dicarikan alternatif selain dari penambahan utang. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai contoh dengan meningkatkan perdagangan dengan luar negeri, meningkatkan investasi langsung (Foreign Direct Investment), menunda pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo dan lain sebagainya.

Gambar I.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Permintaan Agregat Indonesia

(2000 – 2005)

Sumber : Bank Indonesia, diolah oleh DPKLTS Barasetra Pusat

Gambar I.1 menunjukkan Grafik permintaan agregat Indonesia. Permintaan agregat adalah total atau kuantitas agregat output yang bersedia dibeli pada tingkat harga yang diberikan, hal-hal lainnya konstan (Samuelson dan Nordhaus, 2004). Gambar I.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung didominasi oleh konsumsi dan impor. Jumlah ekspor dan investasi cenderung tidak stabil. Ekspor yang tinggi akan sangat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan ekspor, Indonesia harus memiliki daya saing di pasar perdagangan internasional yang tinggi.

Pemerintah harus berupaya untuk menambah dana dengan cara mendorong ekspor dan investasi, di samping melakukan efisiensi internal. Efisiensi penggunaan dana sangat penting untuk diperhatikan untuk mengurangi kebocoran dana dan meningkatkan penyerapan anggaran untuk pembangunan.

BAB II

PERMASALAHAN

Membengkaknya anggaran yang telah mencapai 29 trilliun untuk keperluan tugas umum pemerintahan dan pembangunan memerlukan tambahan dana. Dalam upaya pemenuhan keperluan dana bagi tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebaiknya diusahakan tanpa menambah pinjaman luar negeri.

Penambahan pinjaman merupakan alternatif yang paling mudah dilakukan untuk mendapatkan dana. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa hutang Indonesia sudah sangat besar.

Pada akhir pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia memiliki hutang sebesar $ 2,5 milliar. Pada akhir pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia memiliki hutang sebesar $ 54 milliar. Pada akhir tahun 2004 Indonesia telah memiliki hutang sebesar $ 75,4 milliar. Per 21 Maret 2005 Indonesia telah memiliki hutang sebesar Rp 1.282 trilliun, atau sekitar 52% dari PBD. Dalam bentuk pinjaman bilateral/multilateral sebesar 628,18 trilliun (48%) dan dalam bentuk surat utang negara sebesar Rp 653,82 trilliun (52%). Padahal pada 2006 sampai dengan tahun 2009 surat utang negara yang jatuh tempo adalah sekitar Rp 40 trilliun. Penambahan pinjaman hanya akan memberikan beban yang semakin berat bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pemerintah seharusnya mengusahakan pengurangan hutang.

Dari uraian di atas perlu kiranya di sini untuk mencari sumber dana alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan bagi tugas umum pemerintahan dan pembangunan selain dari pinjaman. Selain itu perlu dikaji apakah sumber dana alternatif tersebut mencukupi untuk mendanai tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

BAB III

PEMBAHASAN

Selain dari pinjaman, pemerintah dapat menggunakan alternatif lain dalam upaya memperoleh dana. Alternatif dalam perolehan dana bagi pembangunan dan keperluan untuk tugas umum pemerintahan adalah penerimaan dari pajak dan cukai, penerimaan dari Badan Usaha Milik Negara, penarikan rekening dana investasi (RDI), penagihan piutang negara, pengembalian dana yang dikorupsi, serta penerimaan non pajak lainnya. Secara tidak langsung dana pembangunan juga dapat diperoleh dari investasi asing baik dari investasi asing (Foreign Direct Investment) maupun melalui investasi finansial. Di samping hal yang disebutkan di atas, penundaan pembayaran hutang (restrukturisasi) juga merupakan alternatif yang dapat dilakukan. Evaluasi atas anggaran juga sangat perlu diperhatikan supaya terciptanya efisiensi anggaran. Gambar III.1 menunjukkan alternatif sumber dana bagi pembiayaan pembangunan dan anggaran negara.

Penerimaan dari pajak sebenarnya merupakan sumber utama dari pendanaan. Akan tetapi efektifitas penarikan pajak masih belum optimal sehingga banyak potensi penerimaan yang belum disetorkan kepada negara. Ilustrasi dari Tim Pakar DPKLTS BARASETRA Pusat (2006) menunjukkan bahwa kebocoran dana dari biaya ekspor mencapai sekitar Rp 3 trilliun per tahun, jumlah ini dapat membiayai sekitar 10% dari kekurangan APBN yang telah mencapai Rp 29 trilliun. Belum lagi dari penerimaan dari BUMN yang seharusnya menghasilkan dana yang besar bagi pembangunan. Selain itu perlu diupayakan optimalisasi eksplorasi sumber daya alam masih belum optimal sehingga kontribusinya belum dirasakan memberikan hasil yang signifikan bagi pendapatan negara. Selain itu apabila BUMN kekurangan dana untuk mendanai perluasan operasi bisnisnya, pemerintah dapat menerbitkan saham BUMN di bursa saham luar negeri guna menyerap dana.

Gambar III.1 Sumber Pendanaan dan Penerimaan tahun 2004

Sumber: Hasil Penelitian

Penerimaan dari BUMN dapat meningkatkan pendapatan bagi negara. Akan tetapi diperlukan investasi yang cukup besar dalam mengembangkan operasi BUMN. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pengelolaan BUMN harus dapat lebih efisien dan berani untuk mengembangkan bisnisnya. Sumber dana dapat diperoleh dari pasar modal baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Emisi saham di pasar modal luar negeri akan dengan cepat menyerap dana yang diperlukan bagi pengembangan BUMN. Akan tetapi perlu diperhatikan akan manajemen di dalam BUMN agar dapat lebih efisien sehingga menghasilkan dana bagi pemerintah. Tabel III.1 menunjukkan penerimaan BUMN pada tahun 2004 hanya sekitar 9,8 trilliun rupiah, turun sekitar 2,8 trilliun rupiah dari tahun sebelumnya.

Tabel III.1 Sumber Penerimaan Negara dari Pajak dan Non Pajak

(dalam Milyar Rupiah)

Sumber: bank indonesia

Penagihan piutang negara yang dipinjam oleh kreditur yang telah menunggak dapat meringankan beban pemerintah dalam memperoleh dana. Penagihan piutang beserta bunga dan dendanya tidak mudah untuk dilakukan, karena hal ini membutuhkan keseriusan pemerintah dalam menangani para debitur yang telah menunggak.

Upaya pemerintah dalam menarik investasi langsung dari luar negeri belum optimal. Perijinan investasi yang sulit serta banyaknya pungutan liar menyebabkan investor di luar negeri enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Efisiensi dari Anggaran belanja negara juga sangat menentukan besarnya dana yang diperlukan untuk pembiayaan pemerintahan dan pembangunan. Setiap pengeluaran negara perlu dikaji manfaatnya bagi pembangunan.

BAB IV

PENUTUP

Alternatif pendanaan tanpa menambah pinjaman luar negeri dapat diperoleh dari berbagai macam sumber. Sumber dana tersebut antara lain dapat diperoleh dari:

1. Peningkatan perdagangan internasional akan meningkatkan pajak sehingga meningkatkan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan dan tugas umum pemerintahan.

2. Dana untuk pembangunan dapat diperoleh dengan melakukan emisi saham BUMN di pasar modal baik dalam negeri maupun luar negeri. BUMN menggunakan dana dari pasar modal untuk mengembangkan operasinya sehingga BUMN mampu mengelola sumber daya alam Indonesia dengan lebih optimal. Dengan pengelolaan sumber daya alam Indonesia dengan lebih optimal, BUMN mampu memberikan kontribusi dana bagi pembangunan dan keperluan untuk pembiayaan tugas umum pemerintah.

3. Mengupayakan peningkatan investasi langsung (Foreign Direct Investment). Dengan meningkatnya investasi langsung ke dalam negeri, secara tidak langsung perekonomian akan bergerak lebih cepat. Akan tetapi kesiapan lembaga pemerintahan untuk tidak menghambat investasi asing perlu diperhatikan. Pemerintah harus serius untuk mendukung iklim investasi yang kondusif, sehingga tidak terjadi ekonomi berbiaya tinggi yang menurunkan tingkat daya saing negara.

4. Efisiensi anggaran biaya juga harus diperhatikan. Setiap biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah diharapkan dapat menghasilkan manfaat bagi perekonomian serta mendatangkan laba untuk mendanai pengembalian pinjaman di masa yang akan datang.

5. Di samping hal di atas, banyak hal yang perlu dibenahi oleh pemerintah. Penagihan piutang negara oleh debitur dan penyitaan harta negara yang dikorupsi merupakan alternatif yang dapat diambil untuk meringankan beban negara.

DAFTAR PUSTAKA

Krugman, Paul R., dan Obstfeld, Maurice. 2004. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan, Edisi Kelima, Jilid 1. PT Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.

Tim pakar DPKLTS Barasetra Pusat. Mei 2006. Selamatkan NKRI, Pandangan dari Sudut Ekonomi. Barasetra. Jakarta.

















RENCANA PENGELOLAAN PENGHIJAUAN KOTAMADYA JAKARTA TIMUR

Kamis, Februari 26, 2009 / Diposting oleh Argo Blog's II /

BAB I

PENDAHULUAN

1,1, Latar Belakang

Penurunan kualitas lingkungan fisik kawasan perkotaan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian khusus berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat dan juga kalangan pengusaha, sebagai penghuni dan pemanfaat kota tersebut. Selain satu penyebab dari kondisi ini adalah tidak seimbangnya proporsi komponen pembentuk lingkungan dan ruang kota . Dinamika dan tuntutan pembangunan ekonomi sosial pada wilayah perkotaan umumnya berimplikasi terhadap pemanfaatan ruang kota secara fisik, dan cendrung di dominasi oleh ruang-ruang terbangun seperti bangunan dan jalan.

Salah satu komponen pembentukan ruang kota adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Keberadaan RTH kota yang memiliki berbagai fungsi ( biofisik/lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya ), sangat bermanfaat bagi kehidupan perkotaan tidak hanya pada manusia sebagai penghuni utama kawasan perkotaan , tetapi juga pada kelestarian kota itu sendiri. Diketahui, banyak manfaat yang akan didapatkan dari RTH , yaitu untuk :

a. Meningkatkan mutu lingkungan hidup diperkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan.

b. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

Selanjutnya penjabaran teknisi dari manfaat RTH adalah sebagai:

a. Pengendali kualitas lingkungan,

b. Penyumbang ruang bernafas yang segar (paru-paru kota ) dan keindahan visual,

c. Penyangga sumber dan ketersedian air tanah,dan mencegah erosi

d. Unsur dan sarana pendidikan dan peningkatan pengetahuan. Agar fungsi dan manfaat RTH ini dapat dicapai dan dinikmati oleh masyarakat kota, maka diperlukan suatu tindak pengelolaan untuk mempertahankan kelestariaan RTH kota tersebut.

Bentuk pengelolaan RTH suatu kota atau bagian wilayah kota, baik secara fisik maupun administratif, tergantung pada:

a. Permasalahan lingkungan,

b. Potensi dan kendala yang dimiliki bagian kota atau wilayah kota.

Secara fisik,pengelolaan dilakukan dengan penyusunan rencana/rancangan fisik

RTH kota dengan elemen pembentuk utamanya adalah tanaman yang dapat menunjang efektifitas fungsi RTH kota dalam mengatasi permasalahan-permasalahan lingkungannya.

Sedangkan secara adminitratif, pengolahannya dilakukan dengan cara penyusunan suatu sistem kelembagaan dengan program yang terpadu agar tercipta sinkronisasi kerja antar lembaga guna mencapai sasaran pembangunan dan pengolahan RTH kota.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan penulisan adalah untuk menyusun konsep dan rencana pengembangan RTH wilayah Jakarta Timur, Secara khusus bertujuan untuk:

a. Menyusun rencana dan panduan rancangan fisik RTH kota

b. Menyusun konsep pengelolaan fisik RTH kota

Sasaran penulisan ini adalah untuk terwujudnya suatu lingkungan alami perkotaan yang lestari dan juga terjaganya kenyamanan masyarakat di wilayah Jakarta Timur. Sasaran dalam skala regional adalah dalam rangka mendukung tercapainya konsep wilayah propinsi DKI Jakarta yang berkelanjutan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) Kawasan Perkotaan

Ruang terbuka hijau ( RTH ) kota adalah ruang-ruang terbuka ( open spaces ) diberbagai tempat di suatu wilayah perkotaan yang secara optimal digunakan sebagai daerah penghijauan dan berfungsi, baik secara langsung maupun tidak langsung,untuk kelestarian lingkungan serta kehidupan dan kesejahteraan manusia atau warga kotanya ( Nurisyah, 1996 ). Dalam Inmendagri No.14/tahun 1998, dinyatakan bahwa Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) adalah bagian dari areal ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman/tumbuhan secara alamiah ataupun tanaman budidaya.

Selain luas RTH yang digunakan berdasarkan Inmendagri No.14/tahun 1988 yaitu 40-60% dari luas total lahan dalam skala yang di miliki, juga dikembangkan beberapa perhitungan kuantitatif untuk mendekati nilai kebutuhan akan RTH suatu kota ini oleh beberapa pakar dan/atau suatu lembaga, antara lain yaitu:

a. Standar RTH kota Indonesia (Dir.Bangda, Depdagri dan Dir.Tata kota dan daerah, Dep.PU),

b. Jumlah dan distribusi penduduk (Simonds, 1983),

c. Kebutuhan 02 kota (wisesa, 1988),

d. Kepekaan SDA dan lingkungan (Tim IPB, 1993)

e. Kenyamanan suhu (Sulystiantara dan Tashiro,1996),

f. Ketersediaan air bersih dan

g. Lain-lain seperti untuk rekreasi, pereduksi pencemaran dan sebagainya.

RTH kota, tidak hanya sebagai pengisi ruang dalam kota, tetapi juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan ekosistem kota untuk kelangsungan fungsi ekologi, meningkatkan kualitas lingkungan dan wajah kota, untuk berjalannya fungsi kota yang sehat dan wajar, membentuk karakter dan wajah kota, dan juga untuk menurunkan ketegangan mental warganya. Manfaat lain dari RTH yaitu untuk areal bersosial, berekreasi dan penambah pengetahuan warganya; juga sebagai suatu bentuk kebanggaan kota dan sebagai artifak sejarah (Gold, 1977; Schmid,1979).

Dalam Inmendagri No.14 tahun 1988, fungsi dan manfaat suatu RTH kawasan perkotaan adalah sebagai :

  1. Areal perlindungan bagi berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga lingkungan
  2. Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan keindahan lingkungan,
  3. Sarana rekreasi,
  4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik didarat, laut dan udara
  5. Sarana penilitian, pendidikan, dan penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan,
  6. Tempat perlindungan plasma nutfah,
  7. Sumber udara segar bagi lingkungan dan untuk memperbaiki iklim mikro terutama menurunkan suhu udara serta penyaringan kecepatan angin dan cahaya matahari, pengatur presipitasi dan kelembaban,
  8. Pengatur tata air,dan
  9. Wadah kegiatan masyarakat disuatu lingkungan, tempat untuk bersantai dan melakukan komunikasi sosial.

Ditambahkan oleh Scmid (1979), RTH juga berfungsi untuk :

a. Meningkatkan kualitas visual dan estetika alami,

b. Waste water disposal,

Beberapa jenis tanaman diketahui dapat mempercepat perbaikan kualitas air

( permukan dan dalam).

c. Artifak sejarah

Tanaman disuatu daerah dapat dapat dijadikan atau dapat merupakan suatu artifak sejarah.. Tanaman yang telah berumur puluhan tahun bahkan ratusan tahun, pola dan habitat vegetasi asli dan historik suatu kawasan merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk artifak alami yang historik dikawasan ini. Jenis-jenis tanaman tertentu seperti pohon maja, pohon lontar salak pondoh, duku palembang, rambutan rapiah merupakan contoh yang dapat dijadikan artifak alami.

d. Bernilai ekonomi.

Bagian-bagian tanaman, terutama kayu, walaupun ditanam dalam taman-taman kota dapat dipanen untuk kegiatan ekonomi. Hal ini tentu berkaitan dengan pengelolaan yang dilakukan untuk kelestarian dan lanskap kota ini. Selain bentuk produk kayu, vegetable gardening dan pertanian kota (urban agriculture) yang di introduksikan di Amerika dan kota besar lainnya di Asia dan Eropa sebagai bagian dari lanskap kota juga pendapatan bagi warga kota yang memeliharanya

Stuktur, bentuk dan luasan RTH merupakan hal penting dalam merencanakan suatu RTH, terutama sistem yang bekerja didalamnya (Lyle,1985). Menurut Bernatzky (1978), struktur RTH juga harus berfungsi sebagai ventilator kota, dimana RTH ini harus berkerja sebagai pemasok udara segar dan bersih yang diletakkan diantara dan mengelilingi struktur kota yang masif yang membentuk ruang-ruang ventilasi untuk menetralkan udara tercemar di dalam kota.

2.2 Kajian RTH Bappeda DKI Jakarta Tahun 2000

Hasil kajian yang dilakukan Bappeda propinsi DKI Jakarta (2000) memberikan gambaran makro tentang konfigurasi dan bentuk rencana RTH tingkat propinsi yaitu RTH koridor hijau (linear) berdasarkan atas pertimbangan pemilikan dan penyedian lahan, keterbatasan luas lahan terbuka, dan tingginya nilai lahan di propinsi ini.

BAB III

KONDISI UMUM

WILAYAH JAKARTA TIMUR

3.1. Posisi Geografi dan wilayah Administrasi

Wilayah Kotamadia Jakarta Timur terletak posisi pada 106°49'35̋ BT dan 06°10'37 ̋ LS, dengan luas wilayah 187.73 km² atau 28.37% dari wilayah total propinsi DKI Jakarta. Wilayah ini dibagi menjadi 10 kecamatan dan kelurahan.

3.2. Tata Ruang Wilayah

Berdasarkan perda No.6 /1999, dari jumlah luas dan persebarannya di ketahui bahwa wilayah ini memiliki RTH hampir pada tiap peruntukan lahannya (lahan untuk bangunan /struktur dan ruang terbuka ) tetapi dengan intensitas dan kualias penghijauan yang berbeda. Ruang ini didominasikan oleh kawasan permukaan, baik yang berkepadatan rendah maupun tinggi.

3.3. Kondisi sumber daya Alam dan kualitas Lingkungan Wilayah

Wilayah kodya ini terletak pada ± 16 m dpl, dan dialiri oleh 7 sungai dan beberapa situ alami. Umumnya, kualitas air dari badan – badan air ini belum begitu baik ( berlumpur dan tercemar ) tetapi kondisi bantarannya pada beberapa bagian telah tertata dengan baik. Penilaian ini terutama bila dikaitkan dengan upaya perbaikan kualitas lingkungan wilayah.

Kualitas dan tingkat kenyamanan lingkungan pada wilayah ini, berdasarkan nilai rata-rata unsur iklimnya, (.Curah hujan, Suhu Udara, Kelembaban Udara, Kecepatan dan Arah Angin serta kualitas udara dan kenyamanan ).

3.4 Kependudukan

Kondisi kependudukan Kodya Jakarta Timur tersebar di sepuluh kecamatan , jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan yang tidak merata di tiap kecamatan, walaupun rasio jenis kelamin relatif sama besarnya. Sehingga dapat memberikan gambaran akan kebutuhan RTH di wilayah /kecamatan di Kodya ini.

BAB 1V.

KONDISI UMUM RTH KOTA

WILAYAH JAKARTA TIMUR

4.1. Kondisi RTH dan Aspek Pendukungnya saat ini

Bahwa hampir seluruh wilayah ini telah memiliki dan tertutupi RTH ( pada bagian – bagian berlahan terbuka ), tetapi dengan intensitas dan kualitas yang berbeda baik berdasarkan pengamatan langsung dilapangan maupun dari tabel 4.1. ( bersumber dari kuesioner yang diosebarkan pada perwakilan instansi yang terkait dengan RTH Kodya Jakarta Timur, 2000 ). Penilaian terhadap intensitas ( tinggi, sedang atau rendah ) dan kualitas penghijauan ( terkait dengan estetika dan fungsi ) terkait dengan seleksi jenis, terutama pepohonan, yang fungsional untuk digunakan sebagai bahan pengisi RTH guna menunjang kepentingan dan manfaat yang akan dikembangkan di wilayah ini. Dominasi jenis pepohonan dan kualitas yang telah dikategorikan baik akan membantu dalam meningkatkan perbaikan kualitas lingkungan wilayah ini; terlebih dengan dukungan dan partisipasi masyarakat yang lebih tinggi.

Tabel 4.1. Kondisi RTH Berdasarkan Hasil Kuesionar pada Instansi Terkait RTH

No

Instansi

RTH Yang dimiliki oleh instansi

Kondisi

RTH

Kodya

Luas

(ha)

Posisi

Kondisi

Penyebab

Tanaman dominan

1.

Penyusun

Program kerja

-

Pengendalian

Cukup

Baik;Pemeliharaan;Partisipasi

Pohon

Baik

2.

Perkanan

15,8

Aset Pemda

Baik

-

Pohon

Baik

3.

Pertamanan

1,070

Pengelola

Baik

Partisipasi Baik

Pohon

Baik

4.

Pertamanan

1,070

Pelaksana

Baik

Juara penghijauan Nas.96

Pohon,

Rumput

Baik

5.

Pertamanan

1.549

Pengelola

Kurang

Partisipasi Buruk

Pohon,

Rumput

Baik

6.

Pertanian

-

Pembina

Baik

Partisipasi Masyarakat

-

-

7.

Tanaman Pemakaman

166

Pemilik

Baik

Fungsi resapan, Suplai Oksigen

Pohon ,

Rumput

Baik

8.

Perumahan

0,04

Pelaksana

Baik

Kurang terpelihara

Pohon

Baik

9.

PU

1.50

Pengelola

Baik

Sekitar Waduk

Pohon

Baik

10.

Tata Bangunan

-

Pengguna

Cukup

Berfungsi baik

Pohon

Baik

11.

Kesehatan

-

-

-

Kurang;luas;

sosialisasi;desain

-

Buruk

12.

Kebersihan

-

Membantu

Baik

-

-

Baik

Keterangan : - Tidak ada jawaban

Dari data pada tabel 4.1. juga diketahui bahwa, saat ini, pemilik dan pengelola lahan RTH terluas di wilayah Kodya Jakarta Timur berada pada Instansi Pertamanan sehingga berkonsekuensi terhadap penentuan kualitas RTH dan lingkungan di wilayah ini. Tabel 4.2. memperlihatkan luas RTH dan pertamanan Kodya yang dikelola oleh instansi pertamanan ini, namun terlihat perbedaan luas dari kedua tabel ini, dengan kisaran yang cukup luas.

Tabel 4.2. Luas Taman dan Jalur Hijau Menurut Kecamatan

No

Kecamatan

Taman Kota

( Ha )

Jalur Hijau Jalan

( Ha )

Jalur Hijau Kota

( Ha )

Jumlah

( Ha )

( % )

1.

Pasar Rebo

1,47

1,59

1,15

4,21

1,43

2.

Ciracas

0,66

62,83

0,94

4,43

21,96

3.

Cipayung

1,02

15,67

3,53

0,22

6,89

4.

Makasar

0,65

4,93

0,00

5,58

1,90

5.

Kramatjati

0,39

16,53

1,08

18,00

6,14

6.

Jatinegara

8,01

21,24

30,90

60,15

20,50

7.

Duren sawit

9,39

15,46

2,00

26,85

9,15

8.

Matraman

0,52

7,61

2,33

10,46

3,56

9.

Pulogadung

3,88

64,80

0,00

68,68

23,40

10.

Cakung

2,46

9,92

2,50

14,88

5,07

Luas Total

28,45

220,58

44,43

293,46

100

Tabel 4.3., yang mendata keterkaitan lokasi dalam wilayah Kodya Jakarta Timur ini dengan nama jenis tanaman. Hal ini dapat merupakan masukan ( Input ) yang dapat dipertimbangkan dalam seleksi jenis berfungsi artifak atau perinci/identitas suatu lokasi dalam wilayah ini, atau dapat merupakan jenis-jenis tanaman yang dikembangkan untuk ditanam pada lokasi-lokasi/kantor lembaga peerintahan tertentu atau lokasi strategis tertentu (bantaran sungai atau areal konservasi, lapangan, olah raga, dan lainnya). Nama-nama tanaman yang tertera sebagai nama lokasi ini juga dapat merupakan indikator ekologisnya, misalnya lokasi tersebut merupakan daerah daratan atau wetland ( lahan basah ), yang dapat merupakan dasar pengemabangan fisik wilayah.

Tabel 4.3. Nama Sub-wilayah yang terkait dengan Nama Tanaman

No.

Kecamatan

Kelurahan

Nama Tanaman

1

Ciracas

Kelapa Dua Wetan

Rambutan

Kelapa

Rambutan

2

Cipayung

Bambu Apus

Bambu Apus

3

Kramat Jati

Dukuh

Duku

4

Makasar

Pinang Ranti

Kebon Pala

Pinang

Pala

5

Jatinegara

Bidara Cina

Cipinang Cempedak

Rawa Bunga

Bidara

Cempedak

Bunga

6

Duren Sawit

Pondok Bambu

Duren Sawit

Pondok Kelapa

Pondok Kopi

Malaka Sari

Malaka Jaya

Bambu

Duren

Kelapa

Kopi

Malaka

Malaka

7

Matraman

Kebon Manggis

Kayu Manis

Utan Kayu Selatan

Utan Kayu Utara

Manggis

Kayu Manis

Hutan Kayu

Hutan Kayu

8

Pulo Gadung

Jati

Kayu Putih

Jati

Kayu Putih

9

Cakung

Pulogebang

Ujung Menteng

Rawa Terate

Gebang

Menteng

Teratai

BAB V.

KONSEPSI DAN ARAH PENGEMBANGAN RTH

KOTA WILAYAH JAKARTA TIMUR

Berdasarkan data pada Bab III dan Bab IV, serta tujuan penyusunan dari Bab I, maka dikembangkan konsep RTH yang mendukung tujuan pembangunan dan penataan ruang wilayah yaitu :

RTH PENYANGGA LINGKUNGAN KEHIDUPAN DAN KESEJAHTERAAN WILAYAH.

Secara teknis, RTH yang dikembangkan dalam wilayah ini dikembangkan guna mendukung :

1) Peningkatan dan pengendalian ketersediaan air bersih ( jumlah, kualitas dan distribusinya ) dan

2) Kenyamanan ( fisik dan psikis ) kehidupan permukiman dan warga masyarakat lainnya.

Tabel 5.1. memperlihatkan usaha untuk alokasi fungssi RTH utama tiap tata ruang yang dimiliki wilayah. Fungsi keindahan/estetika lingkungan merupakan fungsi yang dikembangkan di seluruh wilayah Jakarta Timur, terutama pada bagian utama / protokol, karena tuntutan dari keberadaan RTH pada kawasan perkotaan ( misalnya keindahan bunga, daun, dan bentuk pohon ). Untuk mempertahankan fungsi-fungsi ini maka masukan teknologi pertanian merupakan pra-syarat mengingat kendala lingkungan tumbuh tanaman pengisi RTH ini seperti tanah yang marjinal, udara dan air yang tercemar, serta tingginya vandalisme.

Tabel 5.1. Pengembangan Fungsi-fungsi RTH di wilayah Kodya Jakarta Timur

Tata Ruang Kota

Resapan air

Keindahan

Alami

Produksi

Suhu

Bunyi

Udara

1. Perdagangan

2. Perindustrian

3. Pemukiman

4. Pertanian

5. Alami

6. Campuran

Disesuaikan dengan peruntukan fungsi RTH dominan

Keterangan : Berdasarkan Perda No.6/199, Fungsi RTH pada kawasan tertentu

BAB VI.

PERSYARATAN UMUM RTH KAWASAN PERKOTAAN

6.1. Rancangan RTH Kawasan Perkotaan

1. Sederhana secara teknis sehingga mudah untuk dipelihara dan dikelola

2. Meningkatkan kualitas dan kenyamanan warga kota secara fisik dan sosial

3. Readable mudah dikenal

4. Identitas dan kebanggaan kota

6.2. Seleksi Tanaman untuk kawasan perkotaan

1. Disenangi dan tidak berbahaya

2. Mampu tumbuh pada lingkungan marjinal ( tanah tidak subur, udara/air tercemar )

3. Tahan terhadap gangguan fisik ( vandalisme )

4. Prioritas vegetasi endemik

5. Perakaran dalam

6. Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural

7. Bibit/benih mudah didapat dengan harga murah/terjangkau

8. Keanekaragaman hayati

6.3. Seleksi Jenis Tanaman

  1. Prioritas adalah jenis pohon dan rumput karena kedua jenis ini mudah dan murah dipelihara dan dikelola ( managable ).
  2. Jenis pohon dapat dijadikan unsur identitas kota ( seperti Pohon Kenari di kota Bogor )

BAB VII.

PANDUAN RANCANGAN RTH KOTA

WILAYAH JAKARTA TIMUR

Penataan RTH di wilayah Kotamadya Jakarta Timur ini disusun berdasarkan pertimbangan permasalahan lingkungan utama saat ini dan proyeksinya di masa yang akan datang serta arahan Perda No.6/1999, yaitu :

(1) Permasalahan yang terkait dengan konservasi air tanah atau lahan resapan air

(2) Permasalahan kualitas lingkungan pemukiman di berbagai kualitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat pemukimnya termasuk di lingkungan permukiman padat.

(3) Tambahan permasalahan yang terkait dengan fungsi produksi dari sektor pertanian.

Bevel: 7.1. PANDUAN RANCANGAN RTH UNTUK FUNGSI KONSERVASI AIR


Panduan Rancangan Teknis

o Ukuran relatif luas, berbentuk non-linear ( kawasan, zonal ) atau linear ( koridor )

o Lahan dibentuk guna mengkonservasi air seperti terasering, sink, badan air.

o Penturapan dengan material yang dapat melakukan air ke dalam tanah

o Pemilihan tanaman ( pohon atau semak ) dengan perakaran menyebar dan struktur perakaran dapat memperbaiki konsistensi tanah.

o Tanaman bertransipirasi rendah ( umumnya yang bukan berdaun jarum )

o Penanaman tanaman dengan strata penuh ( atas-tengah-bawah ) terdiri dari pepohonan, semak, rumput/penutup tanah, dengan jarak tanam yang rapat.

o Menempatkan mulsa alami ( misal kepingin kayu ), kerikil atau pecahan batu pada area terbuka tanpa vegetasi untuk meningkatkan intersepsi air hujan.

Bevel: 7.2. PANDUAN RANCANGAN RTH UNTUK TUJUAN KENYAMANAN


7.2.1. Untuk Penurunan Suhu

Panduan Rancangan Fisik

  • Undangan relatif luas (minimal 1 ha) bentuk non-linear (kawasan, zonal) atau linear (koridor); sehingga dapat efektif dalam menurunkan suhu kawasan. Semakin luas dan masif pertamanan maka efektifitas penurunan suhu akan dapat dicapai.
  • Tanaman yang digunakan berdaun banyak (horizontal, vertikal) dan atau berjumlah cukup banyak (rimbun) untuk efektifitas penyerapan panas.
  • Ditempatkan dekat /pada areal yang membutuhkan penurunan suhu, seperti pusat kota dengan heat island-nya a.I. melalui bentukan hutan kota atau alun-alun.
  • Pada skala mikro, untuk fungsi peneduh dapat secara fisik menggunakan pohon bertajuk memayung ( seperti flamboyan, dapat dengan melakukan pemangkasan )

7.2.2. Penambahan Suplai Oksigen ( O )

Panduan Rancangan Fisik

  • Ukuran relatif luas, bentuk non-linear ( kawasan, zonal ) atau linear ( koridor )
  • Ditempatkan pada daerah-daerah publik ( public open space ), pada daerah-daerah konsentrasi penduduk ( seperti pemukiman, halaman sekolah/kampus ), atau pada pusat – pusat perkotaan yang beraktivitas tinggi.
  • Seleksi Tanaman :
    • Tanaman memiliki daun yang banyak dan terkena sinar matahari
    • Tanaman memiliki reit/laju fotosintesa yang tinggi
    • Tanaman yang memiliki stomata yang relatif banyak ( Contoh pada Tabel 8.1 )
    • Tanaman, terutama pohon, yang selalu berdaun atau tidak memiliki periode gugur daun ( evergreen )

7.2.3. Peredam Kebisingan

Panduan Rancangan Fisik

  • Berbentuk non-linear ( kawasan, zonal ) atau linear ( koridor ), dan diposisikan dekat dengan sumber bunyi, baik sumber bunyi yang bergerak ( kereta, mobil, truk , dan lainnya ) atau yang tetap ( generator, alat-alat dalam rumah )
  • Tanaman berdaun lebar, ukuran ketebalan sedang-tinggi, berair/sukulen, kepadatan dan kerapatan daun yang tinggi.
  • Cabang/ranting tanaman selalu bergerak/bergetar sehingga akan menyerap dan meyelubungi bunyi.
  • Dapat dilakukan dengan cara penanaman yang rapat dan padat ( jumlah tanaman per satuan luas cukup tinggi ) pada jenis tanaman yang kurang memenuhi syarat individual\

7.2.4. Penjerab Partikel Padat

Panduan Rancangan Fisik

  • Ukuran relatif luas, berbebtuk non-linear ( kawasan, zonal ) atau linear ( koridor )
  • Kawasan hijau ini, memiliki tajuk berstrata dan ditata memotong/tegak lurus dengan arah angin dan bahan pencemar; semakin cepat kecepatan angin dan semakin kecil partikel padat maka RTH terhadap sumber pencemar semakin jauh.

  • Persyaratan tanaman :
    • Terutama pohon, berstrata penuh ( bawah-tengah-atas )
    • Daun tanaman berbulu ( bertrikoma ) dengan kerapatan tinggi ( tabel 8.2 )
    • Tanaman relatif toleran terhadap penutupan partikel padat ( gangguan terhadap aktivitas fotosintesa, atau pertukaran gas )

7.2.5. Pereduksi Pencemar Udara Berbentuk Gas

Panduan Rancangan Fisik

  • Ukuran relatif luas, berbentuk non-linear ( kawasan, zonal ) atau linear (koridor)
  • Penanaman sebaiknya dilakukan tegak lurus terhadap arah angin yang umum
  • Jajaran pohon yang kurang rapat atau agak terbuka, sebaiknya dikombinasikan dengan tegakan rintangan yang masif
  • Alternatif beberapa jenis pohon yang dapat digunakan

Persyaratan seleksi tanaman :

    • Tanaman memiliki daun yang rimbun terutama pada bagian luar tajuk
    • Tanaman memiliki reit/laju fotosintesa yang tinggi ( contoh bauhnia )
    • Tanaman memiliki stomata yang relatif banyak ( tabel 8.1 )

    • Tanaman / pohon ( tinggi > 10 m ) sebaiknnya dipilih yang evergreen bertajuk masif
    • Tanaman relatif toleran terhadap pencemar berbentuk gas ini.

Contoh. Tanaman jenis legum yang potensial dalam mereduksi polutan gas

Tanaman yang potensial sebagai pereduksi polutan berbentuk gas adalah tanaman yang memiliki daun dengan stomata yang relatif banyak, dan ada pada kedua sisi daunnya ( bagian bawah dan atas permukaan daun ). Data pada tabel 8.1. yang telah diteliti jumlah dan keberadaan stomatanya sehingga dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai pereduksi polutan gas ini. Penelitian ini mempunyai tunjangan khusus yaitu, selain untuk mencari jenis pepohonan yang dapat menyerap polutan gas secara efektif juga untuk mencari jenis-jenis pohon yang dapat digunakan sebagai pohon tepi jalan ( street trees ) yang berasal dari famili legum, dimana jenis tanaman dari famili ini diketahui sebagai jenis yang mudah didapat dan memiliki keunggulan dalam menyumbang hara nitrogen untuk meningkatkan kesuburan tanah ( Agustini, 1995 ).

Bevel: 7.3. PANDUAN RANCANGAN RTH UNTUK KUALITAS ESTETIKA ALAMI


7.3..1. Estetika Arsitektural

Panduan Rancangan Fisik

o Pemanduan harmonis antara fungsi RTH dan estetika yang dimiliki oleh tanaman, baik dalam bentuk atau kesan total maupun dalam keindahan bagiannya berdasarkan waktu ( musim ) dan peruntukan ruangnya. Diketahui bahwa tiap tanaman memiliki waktu berbunga atau waktu untuk memperlihatkan keindahannya pada suatu periode tertentu, umumnya, pada akhir musim hujan.

o Nilai estetika atau keindahan tanaman, bisa didapatkan dari :

· Bentuk fisik tanaman ( pohon, tajuk, percabangan, bagian-bagian tanaman lainnya )

· Kualitas design yang dimiliki tanaman yang dapat meningkatkan keindahan lingkungan atau memiliki nilai tambah estetika seperti warna dan jumlah bunga yang menyolok, daun yang bertukar bentuk, warna dan sebagainya.

· Kualitas design yang dapat direkayasa melalui fungsi intrinsik dan keanekaragaman tanaman untuk perbaikan lingkungan seperti konservasi air dan tanah, habitat burung-burung ( tabel 8.4 dan tabel 8.5 ), penurunan suhu dan lainnya.

7.3.2. Estetika Lingkungan

Panduan Rancangan Fisik

o Terkait dengan keberadaan dan keterkaitan semua elemen biotik dan abiotik dalam kawasan tertentu

o Dapat dibuat suatu rangkaian ekologis yang terkait dengan kehidupan perkotaan atau kehidupan masyarakat perkotaan

o Ukuran relatif luas, preferable berbentuk non – linear ( kawasan, zonal ) untuk mendapatkan manfaat lingkungan yang efektif seperti sebagai habitat burung yang bergam jenisnya

o Habitat asli, atau suatu areal yang berpeluang untuk dilakukan tindakan rekayasa ( seperti manipulasi habitat asli )

o Pengkayaan spesies, meningkatkan jumlah jenis dan jumlah populasi hayati

o Meningkatkan kualitas lingkungan biotik atau dan biofisik kawasan perkotaan

Bevel: 7.4. PANDUAN RANCANGAN RTH UNTUK FUNGSI PRODUKSI


Panduan Rancangan Fisik

  • Ukuran beragam tergantung tujuan produksi, dapat berbentuk non-linear ( kawasan, zonal ) atau linear ( koridor )
  • Tanaman memiliki nilai ekonomi yang tinggi, baik pangan ( padi, produk holtikultur ) maupun non pangan ( kayu perkebunan )
  • Memiliki peluang yang tinggi untuk dikelola dengan teknologi tinggi
  • Mengakomodasi manfaat penting lainnya selain fungsi produksi yaitu sebagai urban greenbelt, urban agriculture, urban forest untuk areal rekreasi, atau penyumbang udara bersih dan penurunan suhu kota.

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, M., 1994. Identifikasi Ciri Arsitektur dan kerapatan Stomata 25 Jenis Pohon Suku Leguminosae untuk Elemen Lansekap Tepi Jalan. ( Skripsi ) Jurusan BDP, Faperta, IPB, Bogor ( Skripsi ) Jurusan BDP, Faperta, IPB, Bogor

Arnold, H. F., 1980. Trees in Urban Design. Van Nostrand Reinhold Company, New York.

Gandasari, D. 1994. Identifikasi Arsitekturis dan Kerapatan Trikoma pada 75 Spesies Pohon untuk Lansekap Tepi Jalan. ( Skripsi ) Jurusan BDP, Faperta, IPB, Bogor ( Skrpsi ) Jurusan BDP, Faperta, IPB, Bogor.

Grey, G. W. dan F.I. Deneke, 1978. Urban Forestry. John Wiley and Sons Inc. New York.

Herawati, M., 1992. Perlakuan Jumlah Baris dan Pola Kembang Sepatu ( Bibiscus spp. ) dalam Fungsinya Mereduksi Kebisingan dan Aplikasinya dalam Pertamanan ( Skripsi ) Jurusan BDP, Faperta, IPB, Bogor.

Departemen Dalam Negeri. 1988. INMENDAGRI Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri Jakarta

Inoguchi, T., 1999. Cities and the Environment. United Nations University Press, Tokyo.

Janala, C. 1995. Studi Ruang Terbuka Hijau DKI Jakarta Berdasarkan Pendekatan Kebutuhan Oksigen. Skripsi. Jurusan BDP Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Nurisyah, S.2000. Penilaian Masyarakat terhadap Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) Wilayah perkotaan ( Studi Kasus : Kotamadya Bogor ). ( Disertasi ) PPS PSL. IPB. Bogor.

Pakpahan, A.M., 1993. Penanaman Sejuta Pohon untuk Membina Habitat Burung, Kerjasama YPKA dan Majalah ASRI, Jakarta.

Pemda Kodya Jakarta Timur, 2000. Jakarta Timur dalam Angka

Prasodyo, I. 1994. Pengaruh Penggunaan Tiga Jenis Penutup Tanah terhadap Infiltrasi dan Limpasan Permukaan. ( Tesis ) PPS IPB, Bogor.

Simonds, J. O., 1983. Landscape Architecture. Mc. Graw Hill Book Co., New York.

Tim Faperta IPB, 1994. Studi Pola Rencana Vegetasi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kerjasama BBLH DKI Jakarta dengan Faperta IPB Bogor.

Tim Institut Pertanian Bogor. 1993. Studi Penentuan Kawasan Lindung Dikaitkan dengan Pembangunan Regional yang berkelanjutan. Kerjasama Departemen Kehutanan dan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tim Studi LP IPB. 2000. Kajian Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) Propinsi DKI Jakarta. Kerjasama BAPPEDA DKI Jakarta dan lembaga Penelitian IPB. Bogor.