RockYou FXText

Argo Komunikasi

Argo Komunikasi
Kamis, Februari 26, 2009 / Diposting oleh Argo Blog's II /

UPAYA PEMENUHAN KEPERLUAN DANA BAGI TUGAS UMUM PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN TANPA MENAMBAH PINJAMAN LUAR NEGERI



BAB I

PENDAHULUAN

Krugman dan Obstfeld (2005) menjelaskan bahwa sebagian besar negara berkembang menarik pinjaman yang begitu besar dari luar negeri. Jumlah hutang negara berkembang sangat besar jika dibandingkan ukuran ekonomi negara tersebut dibandingkan dengan ukuran ekonomi negara industri maju. Jika tabungan nasional (S) lebih kecil dari investasi domestik (I) maka selisih itu merupakan defisit transaksi berjalan. Tabungan nasional di negara berkembang umumnya sangat rendah karena miskin modal, sedangkan peluang investasi produktif begitu melimpah. Untuk memanfaatkan pelung investasi inilah negara berkembang menarik pinjaman secara besar-besaran dari luar negeri yang berarti menjalankan neraca transaksi berjalan yang defisit. Pinjaman atau hutang untuk mengimpor barang modal diharapkan dapat dilunasi dengan keuntungan yang dihasilkan investasi itu kelak, baik pokok maupun bunganya.

Pinjaman yang ditarik negara berkembang itu bisa dijelaskan dengan logika perdagangan antar waktu (intertemporal trade). Negara berkembang terlalu miskin modal untuk mengolah segenap investasi yang tersedia, sehingga harus berhutang dengan negara lain. Sebaliknya negara kaya modal telah mengolah hampir seluruh peluang investasi produktif yang tersedia, sedangkan tingkat tabungan nasionalnya begitu besar. Oleh sebab itu, wajar jika para penabung di negara maju lebih tertarik untuk menginvestasikan uangnya di negara berkembang yang menyajikan keuntungan lebih banyak. Transaksi ini di atas kertas menguntungkan kedua belah pihak. Namun kenyaaannya, banyak penarikan pinjaman negara berkembang yang salah. Banyak yang menggunakan dana pinjaman bagi investasi yang secara ekonomis tidak menguntungkan, bahkan dana pinjaman digunakan untuk mengimpor barang konsumsi yang tidak menghasilkan laba. Padahal laba diperlukan untuk membayar pinjaman baik pokok maupun bunganya. Selain itu rendahnya tingkat tabungan nasional diakibatkan oleh penerapan kebijakan yang keliru sehingga negara berkembang makin tergantung pada pinjaman luar negeri.

Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan dana bagi tugas umum pemerintahan, Pemerintah Indonesia telah berencana menambah utang dalam bentuk penerbitan surat utang negara (SUN) dan pinjaman dari Consultative Group on Indonesia (CGI). Pemerintah menargetkan penerbitan surat utang negara 2006 neto sebesar Rp 38 trilliun pada APBN-Perubahan 2006, naik sekitar Rp 14 triliun dibandingkan APBN 2006 sebesar Rp 24 triliun. Langkah ini diambil untuk membiayai defisit anggaran yang diperkirakan naik menjadi 1,5 persen PDB (Kompas – 20/6/06).

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Menneg PPN/Kepala Bappenas) Paskah Suzetta dalam Rapat Kerja dengan Panitia Ad Hoc IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyatakan bahwa pemerintah akan menghindari penerbitan surat utang negara (SUN) karena batas nilai penerbitan yang diizinkan hampir terlampaui. Padahal jatah penerbitan surat utang negara (SUN) harus disisakan untuk keperluan anggaran 2007. Oleh karena itu pemerintah akan mengambil dan mengalihkan bagian anggaran yang tidak terserap pada tahun 2006 (Kompas – 20/6/06).

Di dalam Kompas (20/6/06) juga disebutkan bahwa secara nominal lonjakan anggaran sementara telah mencapai Rp 29 trilliun dengan rincian tambahan subsidi listrik sebesar Rp 10,9 trilliun, percepatan penyediaan infrastruktur Rp 3 trilliun, pembayaran bunga utang Rp 6,3 trilliun dan rekonstruksi Aceh-Nias Rp 9,4 trilliun. Selain itu masih ada tambahan anggaran untuk pendidikan yang nilainya belum diputuskan. Saat ini pemerintah telah memiliki tiga opsi untuk menambah anggaran pendidikan yakni Rp 3 trilliun, Rp 5 trilliun, atau Rp 16,9 trilliun. Di samping itu pemerintah juga memerlukan dana untuk membiayai rehabilitasi dan rekonstruksi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terkena gempa. Dana yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah diperkirakan sekitar Rp 5 trilliun untuk tahun 2006.

Selain dari pinjaman, pemerintah merencanakan untuk meningkatkan penerimaan cukai, penerimaan BUMN, penarikan rekening dana investasi (RDI). Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Hafiz Jawawi menyatakan pihaknya dapat menyetujui defisit yang akan secara resmi diajukan awal Juli 2006 jika memang digunakan untuk keperluan mendesak. Hal ini dikemukakan kepada Kompas (20/6/06).

Penambahan utang merupakan suatu cara paling cepat untuk menambah dana bagi keperluan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Akan tetapi dengan menambah utang berarti akan menambah beban bunga yang harus dibayar di masa yang akan datang. Padahal menambah utang haruslah menjadi alternatif terakhir yang dapat dilakukan oleh pemerintah.

Dalam upaya pemenuhan keperluan dana bagi tugas umum pemerintahan dan pembangunan dapat dicarikan alternatif selain dari penambahan utang. Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah sebagai contoh dengan meningkatkan perdagangan dengan luar negeri, meningkatkan investasi langsung (Foreign Direct Investment), menunda pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo dan lain sebagainya.

Gambar I.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Permintaan Agregat Indonesia

(2000 – 2005)

Sumber : Bank Indonesia, diolah oleh DPKLTS Barasetra Pusat

Gambar I.1 menunjukkan Grafik permintaan agregat Indonesia. Permintaan agregat adalah total atau kuantitas agregat output yang bersedia dibeli pada tingkat harga yang diberikan, hal-hal lainnya konstan (Samuelson dan Nordhaus, 2004). Gambar I.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi cenderung didominasi oleh konsumsi dan impor. Jumlah ekspor dan investasi cenderung tidak stabil. Ekspor yang tinggi akan sangat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan ekspor, Indonesia harus memiliki daya saing di pasar perdagangan internasional yang tinggi.

Pemerintah harus berupaya untuk menambah dana dengan cara mendorong ekspor dan investasi, di samping melakukan efisiensi internal. Efisiensi penggunaan dana sangat penting untuk diperhatikan untuk mengurangi kebocoran dana dan meningkatkan penyerapan anggaran untuk pembangunan.

BAB II

PERMASALAHAN

Membengkaknya anggaran yang telah mencapai 29 trilliun untuk keperluan tugas umum pemerintahan dan pembangunan memerlukan tambahan dana. Dalam upaya pemenuhan keperluan dana bagi tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebaiknya diusahakan tanpa menambah pinjaman luar negeri.

Penambahan pinjaman merupakan alternatif yang paling mudah dilakukan untuk mendapatkan dana. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa hutang Indonesia sudah sangat besar.

Pada akhir pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia memiliki hutang sebesar $ 2,5 milliar. Pada akhir pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia memiliki hutang sebesar $ 54 milliar. Pada akhir tahun 2004 Indonesia telah memiliki hutang sebesar $ 75,4 milliar. Per 21 Maret 2005 Indonesia telah memiliki hutang sebesar Rp 1.282 trilliun, atau sekitar 52% dari PBD. Dalam bentuk pinjaman bilateral/multilateral sebesar 628,18 trilliun (48%) dan dalam bentuk surat utang negara sebesar Rp 653,82 trilliun (52%). Padahal pada 2006 sampai dengan tahun 2009 surat utang negara yang jatuh tempo adalah sekitar Rp 40 trilliun. Penambahan pinjaman hanya akan memberikan beban yang semakin berat bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pemerintah seharusnya mengusahakan pengurangan hutang.

Dari uraian di atas perlu kiranya di sini untuk mencari sumber dana alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan bagi tugas umum pemerintahan dan pembangunan selain dari pinjaman. Selain itu perlu dikaji apakah sumber dana alternatif tersebut mencukupi untuk mendanai tugas umum pemerintahan dan pembangunan.

BAB III

PEMBAHASAN

Selain dari pinjaman, pemerintah dapat menggunakan alternatif lain dalam upaya memperoleh dana. Alternatif dalam perolehan dana bagi pembangunan dan keperluan untuk tugas umum pemerintahan adalah penerimaan dari pajak dan cukai, penerimaan dari Badan Usaha Milik Negara, penarikan rekening dana investasi (RDI), penagihan piutang negara, pengembalian dana yang dikorupsi, serta penerimaan non pajak lainnya. Secara tidak langsung dana pembangunan juga dapat diperoleh dari investasi asing baik dari investasi asing (Foreign Direct Investment) maupun melalui investasi finansial. Di samping hal yang disebutkan di atas, penundaan pembayaran hutang (restrukturisasi) juga merupakan alternatif yang dapat dilakukan. Evaluasi atas anggaran juga sangat perlu diperhatikan supaya terciptanya efisiensi anggaran. Gambar III.1 menunjukkan alternatif sumber dana bagi pembiayaan pembangunan dan anggaran negara.

Penerimaan dari pajak sebenarnya merupakan sumber utama dari pendanaan. Akan tetapi efektifitas penarikan pajak masih belum optimal sehingga banyak potensi penerimaan yang belum disetorkan kepada negara. Ilustrasi dari Tim Pakar DPKLTS BARASETRA Pusat (2006) menunjukkan bahwa kebocoran dana dari biaya ekspor mencapai sekitar Rp 3 trilliun per tahun, jumlah ini dapat membiayai sekitar 10% dari kekurangan APBN yang telah mencapai Rp 29 trilliun. Belum lagi dari penerimaan dari BUMN yang seharusnya menghasilkan dana yang besar bagi pembangunan. Selain itu perlu diupayakan optimalisasi eksplorasi sumber daya alam masih belum optimal sehingga kontribusinya belum dirasakan memberikan hasil yang signifikan bagi pendapatan negara. Selain itu apabila BUMN kekurangan dana untuk mendanai perluasan operasi bisnisnya, pemerintah dapat menerbitkan saham BUMN di bursa saham luar negeri guna menyerap dana.

Gambar III.1 Sumber Pendanaan dan Penerimaan tahun 2004

Sumber: Hasil Penelitian

Penerimaan dari BUMN dapat meningkatkan pendapatan bagi negara. Akan tetapi diperlukan investasi yang cukup besar dalam mengembangkan operasi BUMN. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pengelolaan BUMN harus dapat lebih efisien dan berani untuk mengembangkan bisnisnya. Sumber dana dapat diperoleh dari pasar modal baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Emisi saham di pasar modal luar negeri akan dengan cepat menyerap dana yang diperlukan bagi pengembangan BUMN. Akan tetapi perlu diperhatikan akan manajemen di dalam BUMN agar dapat lebih efisien sehingga menghasilkan dana bagi pemerintah. Tabel III.1 menunjukkan penerimaan BUMN pada tahun 2004 hanya sekitar 9,8 trilliun rupiah, turun sekitar 2,8 trilliun rupiah dari tahun sebelumnya.

Tabel III.1 Sumber Penerimaan Negara dari Pajak dan Non Pajak

(dalam Milyar Rupiah)

Sumber: bank indonesia

Penagihan piutang negara yang dipinjam oleh kreditur yang telah menunggak dapat meringankan beban pemerintah dalam memperoleh dana. Penagihan piutang beserta bunga dan dendanya tidak mudah untuk dilakukan, karena hal ini membutuhkan keseriusan pemerintah dalam menangani para debitur yang telah menunggak.

Upaya pemerintah dalam menarik investasi langsung dari luar negeri belum optimal. Perijinan investasi yang sulit serta banyaknya pungutan liar menyebabkan investor di luar negeri enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Efisiensi dari Anggaran belanja negara juga sangat menentukan besarnya dana yang diperlukan untuk pembiayaan pemerintahan dan pembangunan. Setiap pengeluaran negara perlu dikaji manfaatnya bagi pembangunan.

BAB IV

PENUTUP

Alternatif pendanaan tanpa menambah pinjaman luar negeri dapat diperoleh dari berbagai macam sumber. Sumber dana tersebut antara lain dapat diperoleh dari:

1. Peningkatan perdagangan internasional akan meningkatkan pajak sehingga meningkatkan dana yang dibutuhkan untuk pembangunan dan tugas umum pemerintahan.

2. Dana untuk pembangunan dapat diperoleh dengan melakukan emisi saham BUMN di pasar modal baik dalam negeri maupun luar negeri. BUMN menggunakan dana dari pasar modal untuk mengembangkan operasinya sehingga BUMN mampu mengelola sumber daya alam Indonesia dengan lebih optimal. Dengan pengelolaan sumber daya alam Indonesia dengan lebih optimal, BUMN mampu memberikan kontribusi dana bagi pembangunan dan keperluan untuk pembiayaan tugas umum pemerintah.

3. Mengupayakan peningkatan investasi langsung (Foreign Direct Investment). Dengan meningkatnya investasi langsung ke dalam negeri, secara tidak langsung perekonomian akan bergerak lebih cepat. Akan tetapi kesiapan lembaga pemerintahan untuk tidak menghambat investasi asing perlu diperhatikan. Pemerintah harus serius untuk mendukung iklim investasi yang kondusif, sehingga tidak terjadi ekonomi berbiaya tinggi yang menurunkan tingkat daya saing negara.

4. Efisiensi anggaran biaya juga harus diperhatikan. Setiap biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah diharapkan dapat menghasilkan manfaat bagi perekonomian serta mendatangkan laba untuk mendanai pengembalian pinjaman di masa yang akan datang.

5. Di samping hal di atas, banyak hal yang perlu dibenahi oleh pemerintah. Penagihan piutang negara oleh debitur dan penyitaan harta negara yang dikorupsi merupakan alternatif yang dapat diambil untuk meringankan beban negara.

DAFTAR PUSTAKA

Krugman, Paul R., dan Obstfeld, Maurice. 2004. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan, Edisi Kelima, Jilid 1. PT Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.

Tim pakar DPKLTS Barasetra Pusat. Mei 2006. Selamatkan NKRI, Pandangan dari Sudut Ekonomi. Barasetra. Jakarta.